Empat Babak Cara Menikmati Wisata Manggrove Lantebung
Memasuki awal tahun ini menempatkan manusia banyak belajar, tentang alam, tentang pencipta bahkan tentang manusia itu sendiri. Mulai bergesernya nilai luhur yakni tentang etika dalam menjaga alam tentu menjadi sebuah dilema besar yang justru dikemudian hari bisa menjadi bom waktu, untuk itu perlu untuk hidup dengan bijak bersama dengan alam sehingga memperoleh bahagia melalui perihal tersebut sebuah keniscayaan.
Pada hari Minggu beberapa waktu yang lalu saya bersama dengan salah seorang rekan melakukan perjalanan ke salah satu tempat wisata di Kota Makassar dan menikmati keindahan tersebut dengan empat babak. Di tengah kondisi dan polusi kota yang saling beradu padat terselip bahagia, tersembunyi dari lorong-lorong sempit, dari panasnya kawasan industry Makassar, dan dari lalu lalang kendaraan yang melintasi jalan Tol Ir. Sutami.
Babak 1 : Pendahuluan dan Alasan
Sebelum bercerita tentang perjalanan dan bagaimana cara menikmati bahagia dengan mengunjugi Wisata Mangrove Lantebung, saya akan menceritakan perihal alasan memilih tempat tersebut menjadi lokasi kunjungan untuk melihat sedikit suka dalam masifnya berita duka dalam beberapa waktu belakangan. Terlebih dahulu saya perkenalkan rekan yaitu Asrul yang memberi inisiasi untuk akhir pekan ini diselesaikan dengan mencari spot menarik di Kota Makassar, beliau sedang memiliki urusan penting di “Kota Daeng” julukan untuk Makassar yang karna satu lain hal tidak bisa disampaikan melalui tulisan ini.
Sebagai orang yang lebih banyak mengenal suasana kota terlebih telah merasakan sejak 2013 saya memberi beberapa usul seperti Mall, Café atau Warkop, Tempat Wisata baik di Maros, Pangkep dan Malino. Setelah beberapa pertimbangan, salah satunya mencari yang segar tetapi tidak membutuhkan banyak waktu untuk mengakses lokasi tersebut pilihannya jatuh di Wisata Mangrove Lantebung. Kami sudah menentukan waktu, kurang baiknya dalam penentuan waktu berangkat hujan turun dengan lancer juga sehingga kami menggeser waktu keberangkatan yang semula hari Sabtu ke hari Minggu. Secara kebetulan lokasi ini sudah sempat saya kunjungi sebanyak dua kali. Dengan membawa perlengkapan kamera, tentu persiapan protokol kesehatan masker dan handsanitizer juga tidak luput mengingat dalam perjalanan kali ini masih dalam masa pendemi Covid-19, kami berangkat sore hari menjelang senja menjemput.
Babak 2 : Mengenal
![]() |
Tampak beberapa pengunjung berswafoto di Kawasan Wisata Mangrove Lantebung (24 Januari 2021) |
Kawasan Ekowisata Mangrove Lantebung sebelumnya merupakan hutan budidaya yang awalnya penanaman dilakukan secara swakelola oleh warga setempat. Kawasan Mangrove Lantebung didominasi tanaman Bakau. Pohon Bakau adalah jenis tanaman Mangrove tropis dari genus Rhizophora. Di Hutan Mangrove, bakau biasanya tumbuh di bagian paling depan yang berhadapan dengan laut. Memiliki akar tunjang yang tumbuh menyembul dari batang bawah. Akar tersebut berfungsi untuk memperkokoh cengkeraman pohon agar tidak rebah. Selain itu berfungsi juga sebagai alat pernapasan.
Pohon bakau bisa tumbuh di lingkungan dengan kadar garam tinggi, terendam air, tanah berpasir, dan sedimen lumpur. Akar bakau memiliki kelenjar khusus yang bisa menyaring garam dari air laut. Sebagian garam juga dibuang melalui daun-daun tua yang digugurkan. Daun pohon bakau memiliki lapisan kutikula yang tebal untuk mengurangi penguapan.
Penanaman Mangrove di Lantebung mulai diperkirakan sejak 1990-an. Pada tahun 2006 muncul ancaman dengan adanya rencana masuknya investor kedalam kawasan tersebut, meskipun sempat difasilitasi oleh pemerintah kota untuk melakukan pengkavlingan kegiatan tersebut berhasil digagalkan masyarakat setempat dengan melakukan demonstransi.
Pada tahun 2007 sejumlah warga melakukan studi banding ke Kawasan Mangrove Tongke-tongke di Sinjai, selepas itu dilakukan rehabilitas dalam skala kecil. Secara bertahap pada tahun 2010 program rehabilitasi terus berlanjut dengan melalui penanaman 3.000 bibit mangrove. Secara total sampai sekarang sekitar 100.000 mangrove telah berhasil ditanam berkat kerjasama masyarakat setempat, Dinas Perikanan dan Pertanian Makassar, International Fund For Agrikultural. Melihat adanya potensi wisata dari hutan bakau di Kawasan Mangrove Lantebung tersebut lokasi ini kemudian dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Selain itu Bank Indonesia Sulawesi Selatan juga ikut memberi dukungan melalui spot foto, gapura identitas, perpanjangan tracking, gazebo papan informasi serta penunjuk arah.
Kawasan Ekowisata ini bukan tanpa masalah, pada 17 April 2020 sebanyak 200 pohon Mangrove yang berusia sekitar puluhan tahun dirusak dan dicabut oleh oknum-oknum menggunakan alat berat atas nama PT. Tompo Dalle. Perusahaan tersebut melakukan tindakan tersebut dengan alasan memiliki sertifikat namun tidak memiliki izin lingkungan. Melalui Dinas Lingkungan Hidup Makassar setelah menerima laporan warga akhirnya ditertibkan oleh pihak berwenang dengan memberi sanksi administrasi.
Hutan bakau atau mangrove jelas keberadaannya sangat vital, sehingga sangat wajar jika masyarakat menjaga keberlangsungan hidup tanaman tersebut. Selain karna merawat bibir pantai dengan inovasi dan sentuhan menarik wilayah tersebut bisa disulap menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar apabila dimanfaatkan sebagai destinasi wisata. Sebagai informasi tambahan luas hutan bakau di Indonesia mencapai sekitar 2.5 - 4.5 hektar, menempatkan mangrove yang terluas di dunia. Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove dunia, namun sebagian kondisinya kritis. Perihal menjaga alam seperti hutan bakau tentu menjadi tanggung jawab generasi terbarukan.
Babak 3 : Menikmati
Kawasan Ekowisata Mangrove Lantebung terletak di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Makassar untuk mencapai lokasi tersebut karna kami memulai perjalanan dari Kampus Unhas hanya memerlukan 15-20 menit saja menggunakan kendaraan roda dua. Jalan untuk ke lokasi cenderung sudah sangat bagus dengan melewati kawasan industri Makassar dan terowongan Tol Ir. Sutami kita akan sampai dengan tenang apalagi sudah disediakan area parkir untuk kendaraan dengan cukup membayar dua ribu rupiah. Masuk ke dalam lokasi pusat dari wisata tersebut kalian akan disambut pengelola dengan ramah sembari mengitung jumlah berapa nominal yang harus dibayarkan, untuk 1 orang akan dikenakan tarif lima ribu rupiah sebagai uang perawatan tentunya, terhitung murah untuk sebuah keindahan di tengah sibuknya kota.
Memasuki bagian depan pengunjung akan langsung disuguhi pemandangan cantik melalui jembatan pelangi yang terhampar sepanjang jalan, terdapat juga beberapa spot cantik untuk memperoleh gambar yang instagramble, terdapat kantin dan mushallah. Kawasan wisata ini sebelumnya hanya satu bagian saja tetapi semakin tahun selalu ditambahkan rute sehingga pengunjung bisa menikmati hasil yang lebih fresh. Untuk kebersihan, pengelolah telah menyediakan tempat sampah sepanjang jembatan.
Aktifitas pengunjung sendiri sangat variatif. Ada yang datang hanya sekedar untuk mencuci mata, hal ini banyak dilakukan masyarakat sekitar. Beberapa juga datang dari daerah untuk rekreasi, ada yang datang untuk mengambil beberapa gambar untuk kebutuhan media sosial. Tidak jarang juga kalian akan menemukan para ibu-ibu paruh baya melakukan zumba untuk memperoleh badan yang tetap sehat, hal demikian kami temui saat berkunjung kesana tidak lupa sesaat beberapa anggota tubuh ikut bergerak, alasannya sederhana lagu yang diputar adalah sesuatu yang akrab ditelinga seperti “los dol”, “de yang gatal gatal sa”, dan beberapa lagu hits yang telah di remix.
Babak 4 : Perjalanan Pulang
Setelah mendapat informasi bahwa pukul 18:00 WITA batas berkunjung dan sudah mendapat beberapa gambar dengan pose-pose menarik tentunya, kami memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang sialnya kami disambut dengan guyur hujan. Sesaat kami menepi untuk tetap menghangatkan tubuh. Dengan kondisi Makassar yang memasuki musim penghujan kami memutuskan untuk menerobos saat hujan sedang rintik, saat memasuki poros jalan besar untuk menjaga kondisi tetap bugar kami menutup perjalanan dengan menyantap Coto Harmin 4 yang berlokasi di Daya setelah menerima rekomendasi seorang teman.
Dalam perjalanan singkat tersebut kami berkesimpulan bahwa untuk menikmati segala sesuatu hal diperlukan empat babak, pertama menentukan schedule secara cermat dan mengetahui alasan untuk berpergian, kedua paham dengan situasi dan kondisi lokasi tujuan misalnya mengetahui cerita atau sejarahnya, ketiga menikmati tempat tujuan dengan nyaman dan bahagia, tidak membuang sampah, serta saling memberi “tabe”, kemudian terakhir keempat bahwa perjalanan pulang adalah segalahnya pulanglah dengan perasaan senang tidak menyesal sedikitpun dan tentu tidak mengeluh. Jika ke-empat babak tersebut terpenuhi niscaya kalian akan menikmati perjalanan kalian, begitulah cara kami menikmati Kawasan Wisata Mangrove Lantebung. Selamat menikmati perjalanan kita masing-masing, banyak perjalanan-perjalanan menarik menunggu kita di luar sana, tetap bersyukur dan tetap bahagia.
Komentar
Posting Komentar